Rabu, 13 Agustus 2008

ARUK Tolak Kriminalisasi Terhadap Pegiat HAM

ARUK
(Aliansi Rakyat Untuk Keadilan)
LaPAK, FPRM, MASKOT, Kaukus Muda Progresif Kota Langsa, CSC,FRAT, KPA Kota Langsa, Yayasan Bustanul Fakri, SRB, Dosen Fakultas Hukum, SEUPAKAT,
PAS, FORMED, HMI Komisariat Tarbiyah STAIN COT KALA, Sheep, Kontras Aceh Timur, Gepegom, JKMA Suloh, PeLKid



Kepada Yth;
Wartawan Media Cetak dan Elektronik
Di_
Tempat


Pers Release ;



Aliansi dari LSM, Organisasi Masyarakat, Mahasiswa dan Akademisi yang tergabung di ARUK yang merupakan perwakilan dari berbagai elemen sipil yang berdomisili di Aceh Tamiang, Kota Langsa dan Aceh Timur yang sampai saat ini menginginkan agar penegakan supremasi hukum di Aceh pada khususnya serta Indonesia menjadi lebih baik.
Berawal dari adanya persoalan konflik pertanahan antara masyarakat tani di Aceh Timur dengan PT.Bumi Flora, salah satu dari bentuk perjuangan kasus dari adanya konflik pertanahan itu pada tanggal 3 Juli 2007 + 3000-an massa korban konflik pertanahan yang tergabung dalam FORJERAT (Forum Perjuangan rakyat Atas Tanah) melakukan aksi massa damai dengan sasaran menemui Bupati dan DPRK Aceh Timur untuk mengadukan persoalan dan meminta penyelesaian konflik pertanahan secara prosudur hukum dalam semangat bersama menjaga perdamaian di Aceh tercinta.

LBH Banda Aceh sebagai kuasa hukum penyelesaian konflik pertanahan dari organisasi FORJERAT, mengawali dengan melakukan upaya advokasi nonlitigasi berupa aksi massa, namun kemudian upaya ini memberi dampak dikriminalisasikannya 8 orang pekerja LBH Banda Aceh, yang mana telah dianggap melakukan Penghasutan di muka umum serta diadili dalam persidangan Pengadilan Negeri Langsa.
8 orang pekerja LBH Banda Aceh dijerat dengan dakwaan Primeir Pasal 160 jo 56 ke 1 dan 2 KUHP dan Susidair Pasal 161 jo 56 ke 1 dan 2 dengan ancaman hukuman 4 tahun hingga 6 tahun penjara. ”Pasal yang digunakan itu adalah pasal hatzai artikelen atau yang sering disebut pasal karet warisan produk hukum jaman kolonial”.

ARUK (Aliansi Rakyat Untuk Keadilan) menyayangkan banyak waktu yang terbuang (mubazir) dengan adanya rutinitas dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Langsa dari dampak kriminalisasi 8 pekerja LBH, hal ini dianggap sangat tidak produktif, seharusnya waktu dalam rutinitas persidangan itu dapat dimanfaatkan untuk kerja-kerja pelayanan bantuan hukum terhadap rakyat miskin.

Dampak dari kriminalisasi, adalah pembungkaman terhadap penggiat HAM, pembungkaman terhadap penggiat HAM adalah gaya pemerintahan Rezim Orde Baru, kita yang tergabung di ARUK sangat menyesalkan adanya bentuk Kriminalisasi ini. ARUK merasakan saat ini belum adanya kesunguh-sunguhan dari Institusi Negara yang seharusnya mengikuti semangat Reformasi dan perjanjian damai RI dan GAM.

Peran negara yang seharusnya menghargai dan melindungi rakyat dalam Kebebasan Mengeluarkan Pendapat seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pada pasal 27 ayat (1), pasal 28, pasal 28 C ayat (1) dan (2), pasal 28 D ayat (1), pasal 28 E ayat (2) dan (3), pasal 28 F dan UU No 9 Tahun 1998 Tentang Mengeluarkan Pendapat Di Muka Umum. kita rasakan kebijakan negara terkesan masih sangat mencerminkan kondisi negara yang otoriter, anti demokrasi dan belum berpihak pada penyelesaian persoalan rakyat kecil (Grass Root).

Pada hari kamis tanggal 14 Agustus 2008 mendatang di Pengadilan Negeri Langsa merupakan agenda pembacaan putusan akhir terhadap 8 orang pekerja LBH Banda Aceh yang mana sebelumnya Jaksa Penuntut Umum melalui persidangan tuntutan, menuntut agar 8 orang pekerja LBH Banda Aceh ditahan selama 3 bulan penjara serta membayar segala biaya perkara.

ARUK sangat menyanyangkan apabila pada putusan persidangan 14 Agustus 2008 mendatang, Majelis Hakim sampai memutuskan memberikan sangsi hukum terhadap 8 orang pekerja LBH Banda Aceh. Hal ini dianggap dapat memberi dampak presedent buruk terhadap perkembangan proses demokratisasi serta bukan tidak mungkin juga bisa menghambat kerja-kerja Advokasi rakyat yang selama ini dilakukan oleh teman-teman penggiat HAM lainnya yang ada di Aceh khususnya dan di Indonesia.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Langsa, 13 Agustus 2008
Koordinator ARUK Juru Bicara ARUK


Julfri Darwis

Selasa, 12 Agustus 2008

Apapun Hasil Putusan Akhir Persidangan 8 Orang Terdakwa Pekerja LBH Banda Aceh, FORJERAT Tetap Tuntut “Joek Pulang Tanoh Kamoe” (Kembalikan Tanah Kami

FORJERAT
(Forum Perjuangan Rakyat Untuk Tanah)
Jl. Irigasi, Dusun Buket Kawah, Desa Jambo Reuhat, Kecamatan Banda Alam
Aceh Timur


Kepada Yth;
Kawan-kawan Media Cetak dan Elektronik
Di –
Tempat.

Pers Release

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan Hormat,
Kami masyarakat korban penyerobotan tanah oleh PT Bumi Flora yang tergabung dalam organisasi FORJERAT (Forum Perjuangan Rakyat Untuk Tanah), merasakan adanya keanehan dalam proses penerapan hukum di daerah ini. Adanya dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Bumi Flora, seharusnya pihak aparatur hukum melakukan penyelidikan terhadap dugaan tersebut agar jelas titik persoalannya sehingga ditemukanlah sebuah fakta pelanggaran hukum.

Persoalan pelangaran HAM banyak terjadi di Aceh semasa konflik, Kabupaten Aceh Timur salah satunya daerah yang terparah atas imbas konflik yang terjadi. Daerah kami juga menjadi salah satu daerah yang terkena imbas konflik. Pada tahun 1990-an, merupakan awal terjadinya penyerobotan tanah tempat tinggal dan tanah tempat kami untuk mencari nafkah. Berbagai upaya telah kami lakukan agar tanah kami tidak diambil. Tanah tersebut merupakan tempat kami lahir dan tempat untuk membesarkan anak-cucu kami kelak di kemudian hari.

Berbagai macam cara telah dilakukan oleh PT Bumi Flora untuk merampas tanah kami. Mereka telah menggunakan cara-cara intimidasi dan teror, yang bertujuan agar kami masyarakat mau melepaskan tanah kami untuk kepentingan pengadaan lahan perkebunan PT.Bumi Flora. Bahkan, tiga orang masyarakat kami yang tergabung dalam organisasi Berdikari meninggal dunia karena berusaha keras untuk mempertahankan tanah. Pertanyaannya kemanakah kami harus mengadu pada saat konflik? Tidak ada sikap lain pada saat itu selain hanya pasrah dan berdiam diri.

Kami sebagai masyarakat yang awam akan ilmu hukum, tentunya di masa yang telah damai, kami harus mengadukan persoalan penyerobotan tanah yang telah terjadi ini kepada pihak yang mengerti hukum. YLBHI-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh merupakan sebuah lembaga yang kami kenal sebagai lembaga yang mengerti hukum dan siap menampung berbagai persoalan-persoalan hukum yang terjadi. Karenanya, pilihan kami adalah melaporkan dan meminta bantuan hukum terkait penyerobotan tanah kami kepada lembaga ini.

Kami sebagai warga masyarakat korban penyerobotan tanah yang tergabung dalam FORJERAT menyambut baik, setelah kami melaporkan kasus, YLBHI-LBH Banda Aceh langsung terjun ke lapangan untuk melakukan pencarian bukti-bukti tentang adanya penyerobotan tanah yang pernah terjadi.

Masyarakat yang sebelumnya memiliki cara dalam penyelesaian masalah dengan mengambil alih kembali tanah yang telah diserobot oleh PT. Bumi Flora dengan sadar hal tersebut punya potensi terjadinya kekerasan. Ketika kasus ini didampingi oleh YLBHI-LBH Banda Aceh, masyarakat diarahkan untuk berpikir rasional agar tetap mengunakan cara-cara perjuangan yang tidak melawan hukum. Kesepakatan bersama kita menggunakan langkah litigasi dan non-litigasi. Anehnya, dalam proses penyampaian aspirasi lewat aksi massa damai FORJERAT pada tanggal 3 juli 2007 dengan sasaran Kantor Bupati dan DPRK Aceh Timur, 8 pekerja YLBHI-LBH Banda Aceh dijadikan tersangka oleh pihak kepolisian Resort Kota Langsa dengan tuduhan telah melakukan penghasutan di muka umum. Kriminalisasi terhadap 8 pekerja ini jelas-jelas menjadi pukulan bagi kami, karena mereka sedang memperjuangkan aspirasi kami.

Kami merasa dengan dikriminalkan 8 pekerja YLBHI-LBH Banda Aceh sebagai kuasa hukum masyarakat korban, semakin tidak jelas penyelesaian kasus penyerobotan tanah yang dilakukan oleh PT Bumi Flora. Kami mengkhawatirkan kasus penyerobotan tanah akan terpendam seiring dengan adanya kriminalisasi terhadap kuasa hukum kami. Ketidakjelasan dalam penyelesaian kasus penyerobotan tanah oleh PT Bumi Flora merupakan awal kekalahan rakyat dalam perjuangan mendapatkan hak atas tanahnya kembali.

Saat ini mereka sedang tersangkut dalam persoalan hukum dengan status sebagai terdakwa, dan tepat pada hari kamis, tanggal 14 Agustus 2008 esok merupakan hari penentuan bagi 8 pekerja YLBHI-LBH Banda Aceh. Kami masyarakat korban penyerobotan tanah yang tergabung dalam FORJERAT berharap keadilan masih berpihak kepada rakyat lemah dan miskin. Bila hukum memberikan keadilan untuk rakyat lemah, semestinya yang duduk di kursi persidangan adalah PT Bumi Flora beserta kroninya karena mereka yang telah menyerobot tanah kami.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Idi Rayeuk, 13 Agustus 2008
Wakil Ketua Umum FORJERAT Sekretaris



Tgk. Idris A.Manaf M. Ali Daud

Untuk konfirmasi
Contact Person : Tgk. Idris A.Manaf (085262820995)