Sabtu, 19 Juli 2008

Jurnalisme Transformatif

Oleh : Zul Azmi

Jurnalisme berasal dari dua kata yaitu jurnal dan isme. Jurnal adalah segala bentuk kegiatan yang berkenaan dengan tulisan. Sedangkan isme adalah suatu paham jadi, jurnalisme adalah paham/kegiatan yang berkaitan dengan tulis menulis. Dewasa ini, jurnalis dimaksudkan bagi mereka yang berprofesi sebagai orang yang memberitakan kembali suatu peristiwa atau kejadian.

Tidak hanya itu orang yang sering menulis artikel atau opini di media massa juga dapat dikatakan sebagai jurnalis. Jurnalis adalah merupakan salah satu profesi yang sangat penting dan sentral. Orang yang berprofesi sebagai jurnalis disebut sebagai wartawan, yaitu mereka yang bekerja pada perusahaan yang bergerak dalam bidang pemberitaan.

Pers sangat berpengaruh dalam pembentukan opini publik. Karena sentralnya perusahaan pers, sehingga menyebabkan perhatian pada lembaga ini sangat kuat oleh publik. Pemerintah khususnya pada masa Orde Baru berusaha untuk mengintervensi pers agar dalam pemberitaannya tidak menyudutkan pemerintah. Pers pada saat itu ada dalam bayang-bayang pembredelan bila tidak mengikuti kemauan pemerintah.

Salah satu syarat negara demokrasi adalah adanya kebebasan pers, namun pers yang bebas bukan berarti kehilangan kendali. Banyak orang yang selalu mewacanakan agar harus independen dan tidak memihak. Namun, dalam realitas kita temukan pers tidak bebas dari kepentingan dan keberpihakan. Jika pun demikian, kepada siapakah pers harus berpihak? Penguasa, pemilik modal, atau kepada sebagian golongan. Untuk hal ini penting untuk diperhatikan dalam rangka untuk mewujudkan negara demokrasi yakni pers yang bebas dari intervensi pemerintah, sebagian golongan dan pemilik modal.

A. Sejarah Perkembangan Pers di Indonesia

Pada dasarnya ada tiga macam bentuk Pers di Indonesia, yaitu Pers Belanda, Pers Melayu-Tionghoa dan Pers Indonesia. Pers Belanda pada masa penjajahan colonial, sudah tentu berorintasi pada kepentingan Eropa dan pemerintahan colonial Belanda. Ia menutup mata bagi keadaan dalam masyarakat Indonesia, bahkan untuk mengetahui apa yang terdapat dalam Pers Indonesia saja dirasa tidak perlu.

Kantor Berita ANETA memegang peranan yang kuat dalam dunia jurnalis di Indonesia pada masa colonial, monopoli surat pemberitaan. Kantor berita ini menjadi kuat karena didukung oleh Pemerintahan Hindia Belanda. Selama perang Dunia I, ANETA melayani berita-berita penting dari medan pertempuran dalam waktu 24 jam setelah peristiwa terjadi, walaupun kemudian diadakan blockade terhadap berita-berita perang.

Kedua, adalah Pers Melayu-Tionghoa. Pers ini berkembang seiring dengan kebutuhan masyarakat tionghoa akan berita. Masyarakat Tionghoa adalah masyarakat yang sebagian besarnya adalah masyarakat yang makmur, sehingga banyak pengusaha-pengusaha yang butuh akan Pers untuk pasang iklan di media surat kabar. Golongan ini, yang merupaka golongan yang lebih makmur daripada golongan bumiputra, dengan sendirinya merupakan pelanggan surat kabar yang mampu membayar langganan dengan teratur. Modal yang menjadi syarat usaha percetakan dan penerbitan pun mudah didapat bagi usaha pers, baik melalui ikatan keluarga maupun dunia usaha.

Ketiga, adalah Pers Indonesia berdiri pada tahun 1907 yang bernama Medan Prijaji yang merupakan suara golongan priayi. Media ini dipelopori oleh RM Tirtoadisuryo dan pada tahun 1910 media ini terbit setiap hari, sebelumnya media ini hanya terbit seminggu sekali (mingguan). Media pribumi ini adalah media yang acapkali mengkritik terhadap pemerintahan Hindia-Belanda sehingga tokoh pendirinya pernah dibuang ke Lampung karena karangan-karangannya yang tajam terhadap penguasa.

Tirtohadisuryo adalah merupakan pelopor Pers pribumi di Indonesia. Pers Indonesia lahir karena semangat untuk mengimbangi media-media terbitan lain seperti media terbitan melayu-Tionghoa, serta media terbitan Belanda. Pada masa mudanya, tirtoadisuryo bekerja pada media yang dimilki oleh orang-orang Belanda.

B. Pengertian Jurnalisme Transformatif

Jurnalisme Transformatif adalah adalah paham jurnalis untuk membuat perubahan. Semangat jurnalisme transformative ini pertama sekali diperkenalkan oleh Tirtoadisuryo atau sebutan Minke dalam karya Pramodya Ananta Toer. Tidak banyak orang yang mengenang dan menampilkan tirto adisuryo, hanya Pram yang sempat menulis tentang Adisuryo. Semangat Tirtoadisuryo untuk membangun nasionalis masyarakat Indonesia akan realitas yang terjadi, membuat para pimpinan pemerintahan Belanda menjadi bergeming. Medan prijaji, Koran yang dididirikan olehnya, pernah mendapat penggrebekan oleh colonial Belanda.

Tirtoadisuryo melihat realitas masyarakat pribumi yang masih ketinggalan daripada masyarakat golongan Tionghoa dan Belanda, tergerak keinginannya untuk melakukan perubahan masyarakat melalui medianya. Koran yang ia dirikan menjadi Koran yang mempelopori pergerakan kemerdekaan Indonesia dari jajahan Belanda. Meskipun korannya sempat kehabisan modal dalam gerak usahanya, namun ia tetap mengobarkan semangat perubahan pada masyarakat pribumi. Selain tirto, jurnalis yang mengobarkan semangat nasionalisme masyarakat Indonesia adalah Douwes Dekker, mekipun ia adalah keturunan Belanda, namun memiliki peranan membela masyarakat pribumi melalui media.

C. Peranan Media Massa
Media sangat berpengaruh besar dalam menciptakan pola piker masyarakat. Selain itu media dapat berfungsi sebagai media untuk mengkampanyekan, informasi, pendidikan dan perubahan pada masyarakat. Syarat dari Negara Demokrasi adalah adanya kebebasan Pers, namun bukan kebebasan yang tidak terbatas.

Pers berfungsi sebagai “anjing penjaga”, peran social yang tinggi sehingga mampu mengkontorl kebijakan-kebijakan Negara yang tidak berpihak pada masyarakat. Namun, ditengah pengaruh globalisasi dan konsumerisme yang tinggi, peran Pers banyak yang beralih dari fungsi sosialnya.

Kepentingan akan modal dan mendapatkan keuntungan dari usaha Pers adalah merupakan wujud dari adanya pergeseran dari nilai-nilai perubahan seperti yang dinginkan oleh masyarakat. Pengaruh dan tekanan dari penguasa juga menjadikan Pers seolah menjadi “macan ompong” dalam geraknya.

Inilah sebabnya sebagian Pers Mahasiswa masih tetap memandang jurnalisme transformative sebagai media alternative untuk masyarakat. Jurnalis yang ingin mewujudkan perubahan pada masyarakat. Pers mahasiswa melalui jurnalisme trnsformatif berperan untuk meneruskan cita-cita perubahan tersebut. Bargaining position Pers Mahasiswa sangat kuat, karena ia tidak di “setir” oleh pemilik modal.

Tidak ada komentar: