Senin, 03 Januari 2011

Pelanggaran Hukum dan Budaya Eigenrichting

oleh : Zul Azmi
Maraknya kekerasan serta meningkatnya angka kriminalitas di Aceh selama ini patut menjadi perhatian bagi kita. Hampir setiap hari ada saja berita-berita kriminalitas yang memilukan bahkan menjadi tragis manakala kita membandingkan akar persoalan penyebab kriminalitas tersebut. Hanya karena persoalan yang sepele, berbuntut pada penganiayaan secara fisik bahkan sampai pada penghilangan nyawa.

Hampir setiap hari ketika kita membaca harian Metro Aceh, selalu dipenuhi dengan berita-berita kriminalitas. Jika di masa konflik kita hanya sering mendengar berita penembakan yang berujung pada kematian, yang dilakukan oleh pihak yang berkonflik namun di masa damai ini, justru para pelakunya adalah masyarakat sipil.

Hampir setiap hari kita disuguhi dengan berita tentang pencurian, perampokan, pembunuhan, peredaran narkoba, pemerkosaan, mesum, pelecehan seksual dsb. Jika di masa konflik yang melakukan hanya militer namun di masa damai ini, pelakunya justru warga masyarakat sipil sendiri.

Ironisnya, Syariát Islam yang seyogyanya dapat menurunkan angka perzinahan (mesum) justru di masa diterapkan Syariát Islam belum dapat menurunkan angka perzinahan tersebut. Padahal bila kita cermati, hukuman cambuk seharusnya dapat memberikan efek jera bagi si pelaku, namun hingga saat ini belum mampu untuk menurunkan angka persoalan tersebut.

Bahkan kehadiran Wilayatul Hisbah (WH) yang merupakan aparatur penegak Syariát Islam menuai pro dan kontra dari masyarakat. Masyarakat menjadi pesimis terhadap kemampuan WH dalam menegakkan Syariat Islam. Sehingga terkesan WH ‘tebang pilih’ dalam penegakan hukum syariáh di Aceh. Apalagi dengan adanya berita oknum WH juga melakukan pelanggaran terhadap Syariát Islam.

Maraknya angka kriminalitas di Aceh selama ini menjadi tanda tanya besar bagi kita. Aceh dikenal oleh luar dengan masyarakatnya yang Islami dan adanya penerapan Syariát Islam. Namun menjadi miris manakala banyak sekali pemberitaan tentang tentang kriminalitas di Aceh. Bukankah Islam sangat melarang perbuatan-perbuatan seperti khalwat, perampokan, pencurian, pemerkosaan dan angka kriminalitas lainnya?

Masalah Penegakan Hukum
Bila dicermati, ada beberapa hal yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum pertama kesadaran/pengetahuan hukum yang lemah. Kesadaran/pengetahuan hukum yang lemah, dapat berefek pada pengambilan jalan pintas dalam menyelesaikan persoalan masing-masing. masyarakat yang tidak mengerti akan hukum, berpotensi besar dalam melakukan pelanggaran terhadap hukum. dalam hukum, dikenal dengan adanya fiksi hukum artinya semua dianggap mengerti akan hukum. Seseorang tidak dapat melepaskan diri dari kesalahan akan perbuatannya dengan alasan bahwa ia tidak mengerti hukum atau suatu peraturan perundang-undangan. Jadi dalam hal ini sudah sewajarnya bagi setiap individu untuk mengetahui hukum. Sedangkan bagi aparatur hukum atau elemen lain yang concern pada supremasi hukum sudah seharusnya memberikan kesadaran hukum bagi setiap individu.

Kedua adalah ketaatan terhada hukum. Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang budaya egoisme dari individu muncul. Ada saja orang yang melanggar hukum dengan bangga ia menceritakan perbuatannya kepada orang lain. Misalnya pelanggaran terhadap lalu lintas. Oleh pelakunya menganggap itu hal-hal yang biasa-biasa saja, bahkan dengan bersikap bangga diri ia menceritakan kembali kepada orang lain perbuatan yang telah dilakukannya. Hal semacam ini telah mereduksi nilai-nilai kebenaran, sehingga menjadi suatu kebudayaan yang sebenarnya salah.

ketiga adalah perilaku aparatur hukum. Perilaku aparatur hukum baik dengan sengaja ataupun tidak juga telah mempengaruhi dalam penegakan hukum. Misalnya aparat kepolisian yang dalam menagani suatu kasus dugaan tindak pidana, tidak jarang dalam kenyataannya juga langsung memvonis seseorang telah bersalah. Hal ini dapat dilihat dengan perilaku aparat yang dengan “ringan tangan” terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana. Perilaku-perilaku semacam ini justru bukan mendidik seseorang untuk menghormati akan hukum. Ia menghormati hukum hanya karena takut akan polisi.

Keempat adalah faktor aparatur hukum. Seseorang yang melakukan tindak pidana, namun ia selalu bisa lolos dari jeratan pemidanaan, akan berpotensi bagi orang yang lain untuk melakukan hal yang sama. Korupsi yang banyak dilakukan namun banyak pelaku yang lepas dari jeratan hukum berpotensi untuk oleh orang lain melakukan hal yang sama. Adanya mafia peradilan, telah mempengaruhi semakin bobroknya penegakan hukum di negeri kita. Aparatur hukum yang sedianya diandalkan untuk menjunjung tinggi supremasi hukum, justru melakukan pelanggaran hukum. Sebagai akibatnya masyarakat pesimis terhadap penegakan hukum.

Budaya Eigenrichting
Penghargaan terhadap hak asasi orang lain adalah merupakan kewajiban, baik itu oleh individu maupun oleh aparatur penegak hukum sendiri. Adanya budaya main hakim sendiri (Eigenrichting) di masyarakat, merupakan tindakan yang jelas telah menyalahi aturan hukum. Dalam realitas, tidak jarang sesorang yang melakukan pencurian kemudian babak belur dihajar oleh masyarakat dan bahkan ada yang dibakar hingga mati.

Padahal dalam aturan hukum seseorang tidaklah dapat dianggap bersalah sebelum adanya keputusan pengadilan. Dalam proses peradilan tentunya telah ada pembuktian. Bila ia telah terbukti bersalah, barulah kemudian ia dapat dijatuhkan pidana. Sesuai dengan asas legalitas menyebutkan bahwa tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan. Tindakan main hakim sendiri juga telah mengangkangi semangat asas praduga tidak bersalah (persumption of innocence). Terkait dengan pencuri, bisa saja ia mengambil yang sebenarnya kepunyaannya sendiri.

Budaya main hakim sendiri, tidak hanya dilakukan oleh masyarakat akan tetapi juga dilakukan oleh aparatur penegak hukum. Misal pemukulan dan penembakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap orang yang dicurigai melakukan suatu tindak pidana.

Eksistensi hukum pada hakikatnya adalah untuk mengatur perhubungan hukum dalam pergaulan masyarakat, baik antara orang seorang, orang yang satu dengan orang lain, antara orang dengan negara dan mengatur hubungan antara lembaga-lembaga negara yang ada pada Undang-undang negara termasuk dalam pelaksanaan pemerintahannya secara keseluruhan, khususnya dalam hal ini sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh aparat penegak hukum dalam rangka kekuasaan yang dijalankan agar dalam setiap tindakannya dapat mencerminkan hakikat daripada hukum itu. Sehingga dengan demikian perbuatan semena-mena yang menjauhkan cita-cita hukum dapat dihindarkan, maka untuk hal sedemikian cita-cita negara bernegara dan berbangsa yang dalam hubungan ini dapat mewujudkan keadilan sosial.

Hukum merupakan salah satu instrument pengendali social. Dalam roda kehidupan bermasyarakat maupun bernegara, tentunya tidak bisa terlepas dari persoalan-persoalan yang muncul karena perbedaan dan ketimpangan social. Hak-hak seseorang meskipun kecil sekalipun harus dihormati dan dilindungi, dalam hal ini Negara melalui instrument peradilan mempunyai kewajiban untuk memenuhi dan melindungi hak-hak setiap warga Negara.

Kontrol Sosial dan Peran Agama
Masyarakat merupakan sebuah entitas yang dalam kehidupan sehari-hari lansung berhadapan dengan persoalan-persoalan hukum dan penegakannya. Masyarakat memiliki peran yang besar dalam penegakan hukum dan pemajuan supremasi hukum. Banyaknya angka kriminalitas secara social bisa ditekan ketika adanya budaya taat akan hukum. Sehingga peluang terjadinya pelanggaran dapat dipersempit.

Dalam kehidupan, suadah ada norma social yang harus dipatuhi. Sebenarnya norma social ini telah menjadi alat pengontrol dari pelanggaran hukum. Misal seseorang diharuskn untuk menghormati hak dan kehidupan orang lain. Tentunya bila masyarakat mematuhi norma-norma yang berkembang dalam masyarakat juga bisa mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma lainnya, seperti norma hukum, norma agama, adat dan norma-norma lainnya. terlebih di Aceh yang sudah berpuluh tahun bisa mensandingkan antara adapt dan agama merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Ibarat dua sisi mata uang.

Aturan agama juga menjadi suatu pencegah terhadap tindakan pelanggran terhadap hukum. nabi Muhammad SAW di masanya telah menjalankan system perailan. nabi Muhamad SAW telah mengangangkat Muadz sebagai hakim, untuk menjalankan peradilan di Medinah.

Sama halnya dengan proses peradilan dewasa ini, di masa nabi dan para sahabat system peradilan juga mensyaratkan adanya proses pembuktian. Seseorang yang dituduh telah melakukan suatu pelanggaran, maka ia harus membuktikan di perasidangan bahwa orang tersebut bersalah. Jadi budaya eigenrichting (main hakim sendiri) yang lumrah terjadi dalam masyarakat kita merupakan perbuatan yang tidak mengikuti akan sunnah rasul dan tidak mematuhi hukum.

Penutup
Meningkatnya angka kriminalitas yang terjadi di Aceh dewasa ini patut menjadi perhatian kita bersama. Perbuatan yang dilakukan sebenarnya tidak hanya melanggar norma hukum positif, akan tetapi juga telah melanggar norma-norma agama, norma social, norma susila dan norma lainnya.

Meningkatnya angka kriminalitas yang terjadi di Aceh sangat ironi dengan predikat dari luar masyarkat Aceh merupakan masyarakat yang Islami dan melaksankaan Syariát Islam dalam kehidupan sehari. Penulis berharap dengan maraknya kriminalitas yang terjadi di Aceh patut menjadi bagian dari introspeksi kita bersama. Jangan sampai predikat Nanggroe Islami justru menjadi beban bagi kita serta menjadi bahan olok-olokan dari masyarakat luar yang tidak sepakat dengan Syariát Islam.

Kita berharap lembaga-lembaga social, lembaga agama, aparatur penegak hukum mari bersama-sama kita melakukan pencegahan terhadap penyakit social masyarakat ini dengan tetap menjung tinggi harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Budaya Eigenrichting yang marak terjadi tentunya mulai dari sekarang tidak terjadi lagi. Karena pemidanaan sebenarnya tidak hanya membuat jera si pelaku akan tetapi membentuk kesadaran dan mendidik individu tersebut untuk menaati norma hukum dan norma-norma lainnya.

Tidak ada komentar: